Friday, July 4, 2014

Benar, kamu salah menilaiku.



Aku masih ingat betul, waktu itu pukul 18.59 saat kamu mulai meraihku melalui sambungan telepon. Lelaki yang dengan cepat membuatku jatuh hati, apa kabar? Suara berat khas lelaki menjadi candu-ku. Kamu adalah candu-ku, lelaki yang aku panggil ‘abang’.
‘Dek.. kamu ke Bandung besok? Yah.. abang ditinggal lagi’
‘Udah makan, dek?’
‘Adek jangan dulu bobok , temenin abang piket ya malem ini’
‘Awas ya kalo bohong, pokoknya abang kasih adek hukuman deh’

Aku juga masih ingat penggalan kalimat yang meluncur dari mulutmu. Bagaimana kamu berbicara denganku, bagaimana renyahnya tawamu. Masih terbayang apapun tentang kamu.
Ah, beginikah bodohnya. Aku masih teringat hingga saat ini ketika hadirmu sudah lenyap sejak lama.
‘Kayaknya lebih asik kalo adek jadi adek benarannya abang ya. Mau ga?’
Mengharap lebih dan yang kuterima hanyalah ini. Aku salah menilai. Kamu-pun sama, salah menilaiku. Kamu pikir aku mau kamu anggap aku seperti adikmu. Aku tak terlalu baik untuk menjadi adikmu. Aku ingin lebih. Aku sudah merasa nyaman padahal. Lagi-lagi, aku gigit jari.
Entahlah, aku tak pernah bisa mengerti apa maksud Semesta. Aku sedang tak ingin bermain-main, aku hampir lelah dengan segala teka-teki-Nya yang tak bisa aku pecahkan sendiri.

Selamat berbahagia dengan siapapun kamu nantinya.
Salam rindu, dari adik-mu yang
sebenarnya tak pernah ingin menjadi
adik-mu...

Tuesday, July 1, 2014

Yah.. Lagi-lagi



Beberapa orang datang di hidupku dan pergi begitu saja meninggalkan sebuah jejak di hati. Satu diantaranya memberi perhatian & itu membuatku merasa istimewa. Tak tahu saja kalau ia memberi perhatian & pujian itu pada setiap wanita yang dijumpainya. Inilah betapa bodoh dan tololnya aku. Selalu terjebak dalam perasaan yang salah. Salah merasakan cinta. Salah menilai dan salah menyimpan harap. Mereka bilang aku ini terlalu ramah untuk menyambut ia yang mengetuk hati & mudah tersanjung. Aku mulai sadar bahwa ini sama sekali tak wajar. Ini bukan cinta. Ini hanya sekedar rasa kagum. Yang aku harapkan tak Tuhan ubah menjadi suka atau cinta. Sebab kami berbeda..
Menyadari ini, aku sedikit demi sedikit menutup hati. Ia datang lagi dengan setumpuk perhatian yang ia bawa. Aku meladeninya dan ini keliru. Aku salah. Sekarang aku yang mulai risih dan lebih pada takut terluka melihat pengalaman yang lalu. Dan aku yang memutuskan pergi.
Yah.. lagi-lagi hanya sampai pada ‘pendekatan’.